MAKALAH
SOSIOLOGI PERTANIAN
KERJASAMA DAN
STRUKTUR MASYARAKAT PERTANIAN DI DESA CIBODAS
Nama
Kelompok 6 :
Moh.
Syamsu Dhuha 125040200111231
Megawati
Purnamasari 125040200111xxx
Mernita
Napitupulu 125040200111xxx
M.
arif 125040200111xxx
PROGAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
MALANG
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada
Tuhan YME., karena atas rahmat-Nya kami dapat menyeleseikan makalah Sosiologi Pertanian
yang berjudul Kerjasama dan Struktur Masyarakat di Desa Cibodas.
Makalah ini disusun untuk memahami
juga mengetahui bentuk-bentuk kerjasama dan struktur yang ada di masyarakat
desa Cibodas. Serta mengidentifikasi kelompok sosial yang ada, perbedaan antar
kelompok sosial, pola-pola hubungan antar kelompok social maupun dengan
kelompok di luar wilayah Cibodas, juga kegiatan ekonomi dan kedudukan sosial
setiap kelompok sosial.
Kelompok kami mengucapkan
terimakasih atas kerjasama yang telah diberikan untuk menyeleseikan makalah ini,
juga berterimakasih kepada Dosen Sosiologi Pertanian yang telah membimbing kami,
juga asisten praktikum yang telah memberi kami materi yang berguna untuk
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
belum sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan
dari pembaca agar makalah ini lebih sempurna lagi dan bermanfaat bagi siapapun.
Malang,
4 Maret 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Beragamnya kebudayaan,
ras, suku, serta luasnya wilayah yang ada di Indonesia sangat memberikan warna
bagi kehidupan ini. Sebagai contoh yang juga bahasan dalam makalah ini adalah sebuah
desa Sunda yang bernama Cibodas yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Lembang
di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terletak kira-kira dua puluh kilometer di
sebelah utara kota Bandung, dengan ketinggian hampir seribu dua ratus meter di
atas permukaan laut.
Pada tahun 1950-1954 ada
sebuah penelitian tentang kerjasama dan struktur masyarakat
di desa Cibodas. Jumlah penduduk desa pada
waktu itu kira-kira lima ribu orang, dan di dalam kawasannya terdapat kira-kira
enam kilometer persegi tanah pertanian. Ketinggian wilayah ini sangat cocok
untuk tanaman holtikultural atau sayur-sayuran, dimana letak wilayah pertanian
dekat dengan pasar, sehingga sangat efisien untuk menghemat biaya dan waktu.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalahnya sebagai berikut :
1. Kerjasama
dan struktur masyarakat di desa Cibodas.
2. Identifikasi
dan membedakan kelompok sosial di desa Cibodas.
3. Pola-pola
hubungan antar kelompok sosial di desa Cibodas maupun dengan kelompok sosial diluar
wilayah desa Cibodas.
4. Apa
saja kegiatan ekonomi dan bagaimana kedudukan kelompok sosial yang ada di desa
Cibodas.
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.
Mengetahui cara
kerjasama dan struktur masyarakat yang ada di desa Cibodas.
2.
Mengetahui kelompok-kelompok
sosial yang ada di desa Cibodas.
3.
Memahami pola
hubungan antar kelompok sosial di dalam dan di luar desa Cibodas.
4.
Mengetahui bentuk
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial di desa Cibodas.
5.
Mengetahui kedudukan
suatu kelompok sosial yang ada di desa Cibodas.
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kerjasama
dan Struktur Masyarakat Pertanian di Desa
Cibodas
Kerjasama adalah suatu
bentuk interaksi yang melibatkan dua individu atau lebih dengan tujuan
tertentu. Kerjasama ini juga dipengaruhi dari latar belakang suatu wilayah. Desa
Cibodas yang mayoritas berada pada wilayah pertanian, itu mengakibatkan proses
kerjasamanya di kuasai di sektor pertanian. Namun, itu mengakibatkan adanya dua
kelompok sosial yang saling berhubungan
namun berbeda prinsip. Kedua prinsip itu adalah mengabdi dan memerintah atau
memperabdi. Dalam hubungan ini, kata-kata mengabdi digunakan dalam pengertian menyerah
atau menyerahkan diri kepada seseorang yang memberikan perintah dan suruhan,
memberikan pekerjaan, mempunyai orang lain untuk melayaninya, dan dalam
beberapa keadaan memberikan perlindungan. Kedua prinsip pokok ini dapat
ditelusuri dalam setiap
segi kehidupan kemasyarakatan di desa Cibodas dalam hubungan
ekonomi pada umumnya, dalam masalah
ekonomi desa dan usahatani juga dalam hubungan-hubungan sosial.
2.2
Identifikasi
Kelompok Sosial Masyarakat di Desa Cibodas
Masyarakat desa Cibodas
yang mayoritas bekerja pada sektor pertanian memunculkan dua kelompok sosial
dalam bidang pertanian ini, yang di dasari oleh kedua prinsip yang sudah
dibahas pada poin 2.1, yaitu kelompok Buruh Tani dan kelompok Petani Bebas. Perbedaan
pokok antara kedua kelompok sosial ini sangatlah penting untuk diuraikan dalam makalah
ini, di mana perhatian akan dipusatkan pada implikasi-implikasi praktisnya.
Dibawah ini akan
dibahas dua kelompok sosial tersebut, serta Pola-pola hubungan
antar kelompok sosial di desa Cibodas maupun dengan kelompok sosial diluar
wilayah desa Cibodas dan Apa saja kegiatan ekonomi dan bagaimana kedudukan
kelompok sosial yang ada di desa Cibodas tersebut.
2.3
Kelompok
Buruh Tani
Kelompok Buruh tani
dibagi menjadi dua, yaitu buruh tani itu sendiri dan petani tidak tetap.
2.3.1
Buruh
tani
Buruh tani adalah
seseorang yang memperoleh penghasilan terutama dari bekerja yang mengambil upah
untuk para pemilik tanah atau para petani penyewa tanah. Sebagian besar dari
mereka bekerja atas dasar jangka pendek, dipekerjakan dan dilepas dari hari ke
hari. Sebagian kecil dari mereka dipekerjakan untuk jangka waktu setahun atau
lebih lama lagi. Di samping itu, juga berdagang kecil-kecilan, menjual pisang,
rokok dan hasil pertanian lainnya, yang mana menjualnya berdasarkan komisi, dan
kadang-kadang sekali ada juga mereka yang menanami sebidang tanah kehutanan
dengan perjanjian.
Buruh tani itu hidup di
tingkat terbawah lapisan masyarakat, biasanya dalam keadaan yang amat miskin
dan merupakan kelompok yang paling banyak berpindah dalam masyarakat desa.
Karena mereka tidak memiliki harta benda milik sendiri dan selalu berusaha
mencari kerja yang paling banyak upahnya atau paling ringan, banyak buruh dari
pertanian itu yang berpindah-pindah dari
suatu daerah ke daerah lain. Sampai sekarang belum jelas apa yang menyebabkan
mereka keluar dari suatu daerah dan pindah ke tempat lain pada suatu saat
tertentu.
Dalam tingkah-lakunya
terhadap orang-orang yang di luar dari kelompoknya, buruh tani biasanya
menyerah saja kepada nasibnya, ia ingin memperbaiki keadaanya, tetapi ia tidak
tahu caranya, karena itu ia menyerah saja. Ia memang cenderung memberikan
perhatian kepada gerakan-gerakan politik yang banyak memberikan janji-janji dan
gerakan-gerakan keselamatan dari jenis gerakan ratu adil, tetapi perhatiannya
ini biasanya cepat hilang dalam jangka panjang lama. Gerakan-gerakan seperti
itu tidak ada hasilnya. Kelompok ini biasanya curiga terhadap segala sesuatu
yang datang dari luar lingkungannya. Akan tetapi sekalipun kedengarannya
bertentangan, pada akhirnya buruh tani itu paling percaya kepada pertimbangan
para majikan mereka. Tentu saja kepercayaan itu ada batasnya, tetapi dalam
berhubungan dengan mereka, sekurang-kurangnya buruh itu tahu di mana mereka
berdiri.
Dalam beberapa keadaan,
pendapat para majikan itu amat menentukan, sedangkan pendapat orang-orang yang
berusaha menjadi pemimpin buruh tani dalam perjuangan mereka untuk memperbaiki
kondisi hidup, tidak diterima. Terbukti bahwa pendapat mereka kurang diperhatikan
dibandingkan dengan pendapat majikan.
Banyak buruh tani
menanam atas dasar bagi hasil (maro) di atas tanah tegalan milik tuan tanah
besar, setelah hasil utama (kentang atau kubis) dipungut. Sebagai petani
bagi-hasil, mereka hanya diperbolehkan menanam padi, jagung dan ketela rambat.
Biasanya buruh tani diberi sebidang tanah yang sempit, yang terdiri dari
kira-kira seperempat acre (satu acre kira-kira sama dengan 4.072 meter
persegi) tanah pertanian kentang, oleh majikan tetapnya.
2.3.1.1 Kegiatan Ekonomi
1)
Buruh tani
biasanya dipekerjakan oleh tuan tanah besar dengan digaji sebagai pekerja
harian.
2)
Setelah hasil
kentang dan kubis dipungut dari tanah pertanian petani bebas, buruh tani
diperbolehkan menanami tanah-tanah itu selama enam bulan atas dasar bagi hasil,
dan menanaminya dengan padi, jagung dan ketela rambat. Sedikit di antara mereka
juga menggarap sawah di desa itu atas dasar bagi hasil (daerah tegalan jauh
lebih luas di desa itu dibandingkan dengan sawah).
3)
Di waktu mereka
tidak dipekerjakan sebagai tenaga buruh, para buruh tani melakukan perdagangan
kecil-kecilan yang menghasilkan laba kira-kira sama besarnya dengan gaji mereka
(yaitu antara tiga dan enam rupiah setiap hari).
2.3.1.2 Kedudukan Sosial
1)
Para buruh tani
berada di tingkat terendah dalam lapisan masyarakat. Tentu saja posisi seperti
ini mempunyai pengaruh besar terhadap nilai-nilai norma kelompok itu. Salah
satu akibatnya adalah terdapatnya perasaan hukum dan ketentraman yang amat
berbeda dari perasaan para pemilik tanah umpamanya.
2)
Buruh tani hidup
untuk menyambung nyawa saja, karena tidak ada benda atau orang yang menjamin
kelanjutan hidup mereka di masa depan. Mereka masih terlalu cenderung untuk
menerima nasib saja, tunduk dan berserah diri.
3)
Buruh tani yang
sesungguhnya tidak mempunyai latar belakang kecerdasan, juga tidak mempunyai
pengalaman untuk mengelola pertanian. Mereka telah terbiasa bekerja sebagai
buruh tani sepanjang hidup karena itu mereka tahu sedikit mengenai pekerjaan
pertanian.
4)
Buruh tani
sebagai kelompok sama sekali tidak terikat kepada desa mereka. Banyak dari
mereka berasal dari tempat lain, dan kalau telah datang waktunya, mereka pindah
ke tempat yang baru lagi di mana mereka berharap menemukan kesempatan untuk
berhasil atau gaji yang lebih besar, atau di mana kedengaran kerja lebih ringan.
2.3.2
Kelompok
Petani tidak Tetap
petani tidak tetap merupakan
Anggota sub-bagian kedua dari buruh pertanian, yaitu para pemilik tanah yang
luasnya antara seperempat acre sampai dua setengah acre, tetapi pada umumnya
mereka memiliki kurang dari satu seperempat acre. Pendapatan yang diperoleh
dari sebidang tanah yang dikerjakan itu tidak cukup untuk memberi makan satu
keluarga sepanjang tahun, juga bekerja sebagai tenaga buruh, juga melakukan
perdagangan kecil-kecilan untuk menyambung nafas mereka. Seperti buruh tani
yang sesungguhnya, petani tidak tetap juga sering menanam tanaman sampingan
atas dasar maro (bagi hasil) di atas tanah-tanah orang lain.
2.3.2.1 Kegiatan Ekonomi
1)
Petani tidak
tetap dipekerjakan oleh tuan tanah yang lebih besar dengan digaji sebagai
tenaga harian.
2)
Mereka menanam
komoditas yang hasilnya kecil dengan waktu yang lama karena keterbatasan modal,
seperti padi huma, jagung, ketela rambat dan bawang. Mereka juga mengerjakan
sebagian dari sawah desa atas dasar bagi hasil. Amat jarang mereka menanam
tanam-tanaman yang memerlukan persiapan modal yang besar dan sedikit sekali mereka
menanam kentang, dimana itu adalah salah satu komoditi yang memberikan untung
banyak namun memutuhkan modal yang besar.
3)
Perdagangan yang
dilakukan para petani tidak tetap kadang-kadang mengambil bentuk yang sedikit
lebih luas dan lebih teratur dari yang dilakukan oleh buruh tani tidak
bertanah. Hasil pertanian itu juga dijual ke pasar Bandung dengan bis kecil,
tetapi biasanya dibawa dengan dipikul.
2.3.2.2 Kedudukan Sosial
1)
Petani tidak
tetap itu mempunyai harga diri yang lebih besar, tetapi kebanyakan anggota
kelompok itu amat serupa dengan kelompok buruh tani yang tidak bertanah dalam
sikap mental dan kecerdasannya.
2)
Karena petani
tidak tetap mempunyai sumber uang masuk yang lain di samping upah kerjanya
(yaitu dari bagi hasil sawah, dari hasil pertanian yang ditanam di atas tanah
mereka sendiri umpamanya) maka mereka menjadi sedikit kurang terpengaruh
dibandingkan dengan buruh tani saja terhadap perubahan-perubahan musim dan
perubahan lainnya yang terjadi di pasar tenaga kerja. Rumah mereka dibangun
dalam bentuk yang sedikit lebih kokoh, dan lebih terbagi-bagi. Sesuai dengan
kedudukan mereka yang tidak takut kehilangan apapun (karena mereka berada di
tingkat terendah lapisan sosial), maka kesadaran mereka akan perlunya
penegakkan hukum juga amat kurang. Karena itu nilai-nilai moral mereka amat
berbeda dari nilai-nilai petani besar dan tuan tanah besar yang memerlukan
dukungan hukum untuk mempertahankan apa yang mereka miliki dan untuk memperoleh
lebih banyak lagi.
3)
Petani tidak
tetap sebagai suatu kelompok secara kemasyarakatan bertambah menurun keadaanya
dan bukan bertambah meningkat. Modal dan tanah semakin lama semakin terkumpul
di tangan para petani bebas. Kebutuhan untuk berhutang di musim paceklik, yaitu
bulan-bulan sebelum panen, dan ketika musim pengangguran (yang karena jumlah
penduduk semakin bertambah banyak, maka jumlah pengangguran juga semakin
besar), telah memaksa sebagian para petani tidak tetap untuk menggadaikan atau
menjual tanah mereka dan setelah itu mereka terus menanaminya sebagi buruh tani
dan atau bagi hasil.
4)
Hubungan
kekeluargaan dari petani tidak tetap, sebagimana halnya dengan hubungan
keluarga buruh tani yang sesungguhnya, tidak menolong memperkuat kedudukan
ekonomi dan sosialnya. Hubungan seperti itu hanya berguna bagi tuan tanah besar
yang berkuasa bukan hanya kekayaan yang mereka miliki, tetapi juga karena tanah
yang dimiliki para keluarga mereka yang terdekat dan arena kesadaran
berkelompok mereka.
2.4
Kelompok
Petani Bebas
Para petani bebas, menerima
pengabdian dan memainkan peranan yang menonjol baik dalam kehidupan sosial. Pemecahan
kelompok petani bebas menjadi dua, yaitu petani bebas kecil dan tuan tanah
besar (petani bebas besar). Jumlah tanah yang dimiliki serta kegiatan ekonomi
dan pengaruh yang selalu menyertainya telah dipergunakan sebagai ukuran dari
pemecahan ini, yaitu pembedaan yang lebih bersifat gradasi daripada pembagian
yang terbatas jelas. Para petani yang mempunyai tanah seluas antara dua
setengah acre dan dua belas acre dalam hak-milik mereka telah
digolongkan sebagai petani bebas kecil, sedangkan mereka yang mempunyai lebih
dari dua belas acre dianggap sebagai
tuan tanah besar. Di bawah nanti akan diperlihatkan bahwa mungkin juga dipakai
ukuran lain dengan alasan yang sama kuat pula.
2.4.1
Petani
Bebas Kecil
Kelompok petani bebas
kecil dapat dianggap terdiri dari enam sampai delapan persen dari keluarga yang
ada di Cibodas. Kelompok itu memperlihatkan tanda-tanda kemakmuran tertentu.
Para petani itu mampu menanam kentang dan kubis, baik secara sendiri atau
berkongsi dengan penduduk desa yang lebih kaya dan juga mereka terlibat dalam
perdagangan dalam ukuran yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan kedua
kelompok buruh tani itu.
Cara berpikir mereka amat
berbeda dengan para buruh tani. Perbedaan yang terbesar dalam dalam soal
perasaan mereka bahwa mereka mempunyai suatu pegangan dan yang lebih penting
lagi, mereka memiliki baik keinginan maupun kemungkinan untuk memperbaiki
keadaan. Para pekerja pertanian hidup hanya sekedar menyambung nyawa dan tidak
mempunyai kemungkinan membuat rencana jauh ke depan, mereka cukup sibuk
memikirkan bagaimana mencari sesuatu untuk dimakan keesokan harinya, dan tidak
mempunyai kemungkinan untuk memperbaiki nasib. Sebaliknya kelompok petani bebas
kecil cukup dewasa dipandang dari segi sosiologis untuk mempunyai kepentingan
dalam memperbaiki nasib dan memainkan peranan yang aktif dalam melakukan itu.
2.4.1.1 Kegiatan Ekonomi
1)
Anggota kelompok
petani bebas kecil tidak melakukan pekerjaan untuk mencari upah.
2)
Mereka mengerjakan tanah sendiri dan
kadang-kadang mengerjakan sawah atas dasar bagi hasil. Mereka tidak melakuakn
pekerjaan bagi hasil pada tanah tegalan karena tanah tegalan itu hanya
dikerjakan oleh buruh tani. Jenis tanaman yang mereka tanam sama dengan jenis
yang ditanam tuan tanah besar.
3)
Petani-petani bebas kecil membayar harga yang amat tinggi
untuk pupuk dan bahan kimia karena mereka memperolehnya dari tuan tanah besar,
yang selanjutnya membelinya langsung dari perwakilan jawatan pertanian atau
dari agen-agen di Lembang dan Bandung. Demikian pula mereka sedikit sekali atau
tidak pernah memperguanakn bibit impor, tetapi biasanya membeli bibit dari tuan
tanah besar, yang memang memasukkan bibit baru untuk diri mereka sendiri, lalu
kemudian menjual sebagian dari kentang-kentang angkatan pertama atau kedua
kepada rekan-rekan mereka yang kurang kaya sebagai bibit. Syarat-syarat untuk
memperoleh bibit, pupuk dan sebagainya lebih menguntungkan petani bebas kecil
yang ada hubungan keluarganya dengan tuan tanah besar.
4)
Terdapat pengetahuan yang semakin meyakinkan pada petani bebas kecil tentang
pengelolaan pengurusan usaha pertanian. Mereka cenderung banyak meniru dari
tuan tanah besar, dengan jalan mengikuti praktik-praktik mereka sejauh mungkin
dalam batas kemungkinan keuangan mereka.
5)
Para petani bebas kecil juga mempunyai buruh tani yang
bekerja untuk mereka dengan diupah,
ini
tentu saja berbeda sekali dari petani tidak tetap. Biasanya para petani itu sama-sama bekerja dengan buruh tani.
Kadang-kadang mereka sewakan tanah-tanah tegalan kepada buruh tani atas dasar
bagi hasil setelah dipungut hasil kentang dan kubis.
6)
Perdagangan yang dilakukan oleh anggota kelompok petani
bebas kecil selalu ada hubungannya dengan hasil pertanian yang mereka tanam dan
ditanam orang lain (kentang dan kubis). Perdagangan ini lebih banyak merupakan
pemasaran hasil pertanian sendiri daripada usaha mencari uang masuk lebih
banyak.
7)
Dengan sedikitnya
tersedia modal, anggota kelompok ini berusaha mencari penggunaannya yang paling
menguntungkan. Menanam tanam-tanaman palawija (padi huma, jagung dan yang
sepertinya) diserahkan kepada buruh-buruh tani dengan syarat-syarat bagi hasil.
Dengan memperhatikan pola pergiliran tanaman sekarang ini, maka para petani
bebas kecil tidak dapat membenarkan menanamkan modal dan membayar upah untuk
hasil tanaman palawija.
2.4.1.2
Kedudukan Sosial
1)
Antara tuan tanah besar dan buruh tani tidak terdapat
hubungan kekeluargaan, tetapi hubungan seperti itu memang terdapat antara kedua
kelompok petani bebas, dan petani bebas kecil biasanya amat sadar akan
kedudukan ini. Perbedaan status sosial yang membedakan mereka dari buruh tani
juga terlihat dalam kenyataan bahwa petani bebas kecil itu tidak bekerja untuk
mereka.
2)
Dari segi pandangan sosiologis, sedikit perbedaan antara
kedudukan petani bebas kecil dan kedudukan tuan tanah besar. Kelompok petani
kecil merupakan inti dari mana sejumlah kecil orang berhasil membebaskan diri
dan memperoleh kekuasan ekonomi yang lebih besar,
sekarang
ini sering mereka berhasil memperoleh latihan
yang lebih baik (di sekolah atau di sekolah hidup) atau memperoleh bakat yang pasti untuk mengorganisir. Terdapat juga
keadaan di mana beberapa orang telah berhasil karena mereka sedikit sekali
mempunyai rasa tidak segan-segan terhadap teman-teman sesama manusia,
orang-orang yang lebih kejam dari orang
lain dan dengan demikian sanggup mencapai suatu kedudukan yang hanya merupakan
impian orang lain.
3)
Dibandingkan dengan kelompok buruh tani, kelompok ini
memberikan perhatian yang lebih besar terhadap
pendidikan anak-anak. Setelah sekolah dasar (sekolah rakyat) anak-anak kelompok
ini kadang-kadang melanjutkan pendidikannya (ke sekolah kejuruan, sekolah guru,
sekolah menengah atau kursus pendidikan dasar untuk orang dewasa). Latihan dan
pendidikan di rumah untuk anak-anak petani bebas kecil juga berbeda sekali dari
yang dialami anak-anak buruh tani.
4)
Di kalangan petani bebas kecil dan lebih-lebih lagi di
kalangan tuan tanah besar, ibu biasanya tinggal di rumah untuk mengurus dapur dan
mencurahkan perhatiannya kepada anak-anak mulai memainkan peranan menerima
pengabdian, sedangkan anak buruh tani sampai ke suatu batas yang jauh harus
merawat diri sendiri. Peranan ibu yang lebih
intim serta pandangan ayah yang lebih luas telah memberikan pengaruhnya kepada
anak-anak semenjak masa kecil mereka.
5)
Setiap usaha untuk mempersatukan orang-orang dari kelompk
buruh tani dan kelompok petani bebas dalam suatu kerangka organisasi bersama
sudah pasti menimbulkan ketegangan yang telah pernah terjadi di koperasi di
Cibodas. Anggota kedua kelompok itu tidak setara dalam hal kecerdasan intelek
dan kebudayaan. Menarik sekali bahwa para pemuda yang memainkan peranan dalam
organisasi-organisasi Desa Cibodas hampir tanpa terkecuali berasal dari
lingkungan petani bebas kecil dan (sampai kesuatu batas serta kurang berhasil)
tuan tanah besar. Mereka termasuk pemuda-pemuda yang memberikan pimpinan, sedangkan
yang lainnya mengikuti, yaitu menerima pengabdian dan mengabdi.
6)
Anggota kelompok petani bebas kecil (yang mereka sendiri
kadang-kadang adalah anak atau keuarga jauh dari tuan tanah besar) mampu
memainkan peranan yang dapat dikatakan penting dalam kehidupan desa, tergantung
dari kepribadian orang yang bersangkutan. Mereka juga berada dalam posisi yang
baik untuk memperoleh rasa hormat para penduduk desa, dari kelompok manapun
juga. Kedudukan mereka dalam struktur kemasyarakatan adalah sedemikian rupa
sehingga mereka harus mengadakan perjuangan terus menerus untuk menjaga diri
jangan sampai meluncur ke dalam golongan buruh tani.
7)
Dalam kelompok petani kecil, ikatan keluarga memainkan
peranan yang penting dalam kegiatan dan kesempatan ekonomi. Tanah biasanya
dipindahkan kepada anak-anak di waktu orang tua masih hidup. Hutang dan bantuan
yang tidak ada bunganya untuk tujuan-tujuan produksi, seperti uang muka jangka
pendek, lebih mudah diperoleh dari keluarga. Pada hakikatnya hal ini berlaku
juga bahkan untuk batas yang jauh lebih luas di kalangan tuan tanah besar, yang
kekuatan ekonomi dan posisi sosialnya tidak begitu ditentukan oleh jumlah tanah
dan uang yang dimilkinya secara
pribadi
tetapi lebih banyak ditentukan oleh
jumlah keseluruhan yang dimiliki keluarganya, dan juga oleh hubungan-hubungan
yang diadakan di luar desa sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan keluarga,
seperti hubungan dengan orang-orang
penting, baik swasta maupun pejabat pemerintah, di Lembang, Bandung,
Pengalengan, bahkan di Jakarta. Hal yang tersebut belakangan ini khususnya
dapat menjelasakan posisi ekonomi dan sosial khususnya yang dipunyai tuan
tanah besar di Cibodas.
2.4.2
Petani
Bebas Besar
Kelompok petani bebas yang
termasuk petani besar secara kasar
hanya merupakan satu setengah persen dari penduduk Cibodas. Masing-masingnya
memiliki dua belas acre atau lebih,
yang kebanyakan adalah tanah tegalan. Secara berasa-sama sub kelompok ini
memiliki kira-kira setengah dari tanah yang terdapat di desa itu dan hampir semua tanah yang dapat digolongkan mempunyai
kualitas kelas satu atau kelas dua (menurut peraturan sewa tanah kepada petani)
berada di tangan mereka. Kelompok ini terdiri dari sejumlah kecil keluarga yang
berhubungan rapat dengan perkawinan, dan
lima
kelompok keluarga yang terpisah-pisah memainkan peranan yang amat menonjol
dalam kehidupan ekonomi di desa itu. Satu dari keluarga ini terdapat di
masing-masing kampung Cigalukguk, Cibeunying dan Kosambi, dan dua keluarga di
kampung Dago. Mereka itu adalah kalangan bangsawan desa itu. Merekalah yang
menentukan jenis kegiatan kemasyarakatan dan memainkan peranan penting, baik
positif maupun negatif, dalam setiap kegiatan di desa itu, sebagai pendukung
atau sebagai lawan, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Mereka mempunyai
sumber modal terbesar dan mendapat kepercayaan dari para tengkulak uang. Berkat
laba yang besar yang tarik dari menanam kentang dan kubis untuk dipasarkan,
mereka sanggup mendirikan bungalow-bungalow baru di desa itu atau di Bandung.
Beberapa anggota kelompok itu juga memiliki sawah di luar desa, di Ujungberung,
Cisalak (Subang) dan Citarum (Lembang). Anggota-anggota kelompok ini sedikit
banyaknya mempergunakan cara-cara dan
teknik-teknik modern yang dikembangkan dengan penelitian untuk menjadikan
pertanian lebih menguntungkan. Pandangan mereka terentang jauh melampaui desa.
Kehidupan kota di Bandung bukanlah di luar ruang pengetahuan mereka.
Dengan petani besar inilah, para
wakil jawatan pemerintah mengadakan hubungan-hubungan pribadi, dan sampi saat
ini dari merekalah para pejabat itu memperoleh informasi tentang keadaan
masalah-masalah desa. Dari apa yang dikemukakan jelasnya bahwa gambaran yang
mereka peroleh tidak selalu sesuai dengan kenyataan, walaupun mereka itu
mempunyai itikad baik. Para pemimpin desa biasanya berasal dari kelompok ini
dan kelompok petani bebas yang lain dan juga orang-orang yang memainkan peranan
dalam politik lokal (terkecuali para pemimpin Partai Permai yang bersifat
proletar, yang di Cibodas seluruhnya di bawah pimpinan buruh-buruh tani),
orang-orang yang mengumpulkan sebagian besar modal untuk koperasi desa dan
orang-orang yang bekerja keras untuk gerakan koperasi pada umumnya.
2.4.2.1 Kegiatan Ekonomi
1)
Di dalam usaha
pertanian, para petani besar menjalankan fungsi pengelola, baik dengan gaya
baru maupun dengan gaya lama. Mereka jarang sekali mengerjakan sendiri pekerjaan
kasar, walaupun mereka memang tahu bagaimana melakukannya. Mereka bertanam
tanam-tanaman yang hasilnya untuk dijual (yang terpenting adalah kentang dan
kubis) dan sering terdapat bahwa mereka telah mengubah tanah tegalan menjadi
kebun buah-buahan yang terawat dengan baik (terutama ditanami jeruk). Kira-kira
enam bulan dalam setahun, setelah hasil kentang dan kubis dipungut, mereka
menyewakan tanah itu kepada para buruh tana atas dasar maro (bagi hasil) yaitu
buruh yang bekerja dengan mereka secara teratur, untuk menanam tanam-tanaman
tambahan. Masing-masing buruh tani mendapat seperdelapan samapai seperempat acre dari tanah yang tadinya ditanami
kentang untuk diusahakn atas dasar bagi hasil. Seandainya mereka mempunyai
sawah di dalam atau di luar desa, maka sawah itu juga dipersewakan atas dasar
bagi hasil, dengan begitu mereka tidak mengeluarkan biaya untuk penanaman
modalnya. Banyak dari mereka mempergunakan hasil sawah untuk menutupi ongkos
makanan, dan mempergunakan laba pertanian kentang dan kubis untuk menutupi
kebutuhan kemewahan mereka, untuk ditanamkan dalam usaha dagang terutama dalam
usaha pengangkutan. Biaya pendidikan anak-anak mereka sering amat mahal.
Berlainan dengan keadaan sebelum tahun 1940, tidak terdapat mobil di desa itu,
tetapi ada truk, mikrobis dan sepeda motor.
2)
Keperluan para
tuan tanah besar untuk memperoleh kredit untuk menutupi kekurangan-kekurangan
musiman pada umumnya dipenuhi oleh para pedagang di lembang dan bandung yang
menyediakan pupuk dan kemasan-kemasan kimia. Untuk sebagiannya ini dilakukan
melalui dinas pertanian. Para pedagang itu tidak mewajibkan bunga untuk saran
produksi pertanian yang diberikan dengan pinjaman, tetapi harga itu sendiri
mahal, dan terdapat kewajiban moral bahwa hasil pertanian yang diperoleh dengan bantuan bahan-bahan
mereka hendaknya dijual kepada mereka dengan harga yang lebih murah dari
harga-harga yang terdapat di pasar pada waktu penyerahan dilaksanakan. Jadi
syarat-syarat pinjaman mereka tidak ideal. Tetapi ini tidak mengubah kenyataan bahwa
sistem pinjaman pasti telah menguntungkan para tuan tanah besar di Cibodas.
Kita dapat mengetahuinya hanya dengan memperhatikan gaya hidup dan rumah-rumah
mereka. Benar, syarat-syarat itu dapat lebih baik, tetapi untuk mengatakan
bahwa syarat-syarat itu sangat merugikan pihak peminjam juga tidak benar.
3)
Petani besar itu
memulihkan diri setelah kemunduran yang dialami ketika dan setelah pengungsian
dari daerah itu ketika belanda melakukan “aksi polisional” muali pertengahan
tahun 1947 sampai permulaan tahun 1949. Tanpa pinjaman dari para pedagang, petani
besar dan dengan melalui mereka, para petani bebas kecil tidak akan dapat
mencapai tingkat kemakmuran seperti yang sekarang ini.
4)
Kendatipun
demikian para tuan tanah besar di Cibodas mengeluh tentang praktik-praktik Cina
(para pedagang yang memberikan pinjaman). Hal ini harus diterangkan bahwa
artinya adalah mereka sendiri telah terlibat dalam agitasi menentang kelompok
penduduk khusus itu. Dengan ikut serta dalam agitasi itu, maka tuan tanah besar
itu telah mampu menciptakan kesan di kalangan badan kredit pemerintah bahwa
mereka sendiri adalah juga korban dari pemerasan seperti itu. Pinjaman yang
pada waktu itu disalurkan melalui koperasi desa tidak menguntungkan rakyat jelata
tetapi pada pokoknya menguntungkan para petani besar itu sendiri. Pinjaman
koperasi di Cibodas melaksanakan fungsi yang persis sebagaimana kredit bank
swasta jenis biasa. Hutang yang disalurkan melalui saran koperasi tidak
menguntungkan massa terbesar rakyat Cibodas dan kesejahteraan massa rakyat itu
tidak mengalami perbaikan karena hutang-hutang.
5)
Pada waktu tuan
tanah besar memperoleh pinjaman terutama dari luar desa, petani bebas kecil
selanjutnya menerima hutang dari tuan tanah besar di dalam desa itu. Petani
tidak tetap tidak dapat mempergunakan kredit dagang jenis apapun juga hanya
dengan alasan karena mereka itu bukanlah penghasil hasil tanaman yang
memerlukan penanaman modal.
6)
Jadi sebagai
akibat dari terkumpulnya tanah, uang dan kredit di tangan mereka, maka para
tuan tanah besar menduduki posisi penting secara ekonomi di desa itu.
2.4.2.2 Kedudukan sosial
1)
Kalau bagi para
buruh tani kampung cenderung untuk dianggap sebagai kesatuan kemasyarakatan
yang terpenting setelah keluarga, bagi para petani besar, keluarga telah
mengambil fungsi ini. Hal ini terasa benarnya terutama pada kelompok petani besar
di Cibeunying, yang secara sosial dan ekonomi bukan saja mendominasi kampung
itu, tetapi juga seluruh bagian barat desa. Hal seperti ini juga terjadi pada
dua kelompok keluarga tuan tanah besar di Dago, di bagian timur desa itu.
Walaupun keluarga keluarga Dago itu lebih muda sejarahnya dan baru menonjol
sejak berakhirnya sebagian besar periode feodal dalam sejarah desa itu (yaitu
masa menanam kopi secara paksa dan masa cultuurestelsel
di abad yang lalu dan tahun-tahun pertama dari abad ini, sampai tahun-tahun
Sembilan belas dua puluhan). Walaupun sudah pasti dapat dikatakan bahwa selalu
terdapat perdamaian dan keserasian antar para anggota berbagai kelompok
keluarga petani besar itu, dan bahwa sikap antar sesama mereka selalu saling
bersimpati tanpa perbenturan kepentingan, tetapi tidak dapat disangkal lagi
bahwa kekuatan mereka terletak pada kenyataan bahwa secara bersama-sama mereka
merupakan satu gabungan perusahaan besar (trust)
yang mencakup tanah dan uang, kecerdasan pengalaman dan “hubungan”. Akibat
dari gabungan kekuatan-kekuatan ini, masing-masing orang seorang yang termasuk
ke dalam kelompok keluarga seperti itu jauh lebih berkuasa dibandingkan dengan
apa yang dapat diharapkan atas dasar hak milik mereka masing-masing, dan lebih
berkuasa bukan hanya secara ekonomi tetapi juga secara kemasyarakatan.
Merekalah orang yang memiliki hubungan dengan badan-badan pemerintahan dan
dengan anggota-anggota terkemuka pamong praja.
2)
Dalam hubungan
mereka dengan buruh tani tuan tanah besar masih tetap menduduki lebih kurang
posisi tuan terhadap para pelayannya, atau bapak terhadap anak-anaknya, atau
tuan feodal terhadap ulur-ulurnya. Ini terasa sekali benarnya pada kelompok
keluarga Cibeunying. Dalam hubungan tuan pembantu yang terdapat disana itu,
buruh pertanian terikat kepada tuannya dengan adat istiadat, dengan hutang
untuk membayar kembali dengan jalan berjanji kerja untuk tuan tanahnya atau
dengan menyerahkan tanahnya seandainya ia ada memilikinya. Dan kadang-kadang
dengan kenyataan bahwa ia tinggal di atas tanah milik si tuan. Dalam keadaan
yang tersebut terakhir ini, hal itu berarti bahwa buruh tani berkewajiban
jasanya tanpa dibayar di waktu manapun juga. Keadaan seperti ini jarang
terdapat di kalangan generasi muda Cibeunying dibandingkan dengan generasi tua.
3)
Dari apa yang
telah dikemukakan jelaslah bahwa aturan petani besar kendatipun mempunyai
kedudukan sosial dan ekonomi yang amat berbeda. Merupakan bagian yang integral
dari masyarakat desa itu dan belum lagi merupakan unsur asing. Dengan
pengertian bertentangan dengan mayoritas terbanyak dari penduduk desa.
3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Bentuk kerjasama dan struktur yang ada dalam
masyarakat di desa Cibodas adalah pada sector pertanian. Kesimpulan ini merujuk
pada uraian fakta di atas yang menunjukkan adanya perbedaan kelompok sosial
akibat perbedaan tingkat ekonomi juga dari segi kedudukan yang dihasilkan dari
pekerjaan yang mereka kerjakan.
Uraian di atas menunjukkan adanya dua kelompok
sosial, yaitu kelompok Buruh Tani dan kelompok tani Bebas. Yang mana, kelompok
buruh tani di bagi menjadi dua sub-bagian : Buruh Tani itu sendiri dan Petani
Tidak Tetap. Sedangkan kelompok tani bebas juga di bagi menjadi dua sub-bagian :
Petani Bebas Kecil dan Petani Bebas Besar.
Masing-masing kelompok sosial tersebut mempunyai
kegiatan ekonomi dan juga kedudukan sosial yang mana sebagai urutan dari yang
tinggi ke rendah sesuai dengan uraian di atas adalah petani bebas besar, petani
bebas kecil, petani tidak tetap dan yang terakhir buruh tani.