Kamis, 28 Februari 2013

makalah sosper di desa Cibodas



MAKALAH SOSIOLOGI PERTANIAN
KERJASAMA DAN STRUKTUR MASYARAKAT PERTANIAN DI DESA CIBODAS
Nama Kelompok 6 :
Moh. Syamsu Dhuha              125040200111231
Megawati Purnamasari            125040200111xxx
Mernita Napitupulu                 125040200111xxx
M. arif                                     125040200111xxx
PROGAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

KATA PENGANTAR


            Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME., karena atas rahmat-Nya kami dapat menyeleseikan makalah Sosiologi Pertanian yang berjudul Kerjasama dan Struktur Masyarakat di Desa Cibodas.
            Makalah ini disusun untuk memahami juga mengetahui bentuk-bentuk kerjasama dan struktur yang ada di masyarakat desa Cibodas. Serta mengidentifikasi kelompok sosial yang ada, perbedaan antar kelompok sosial, pola-pola hubungan antar kelompok social maupun dengan kelompok di luar wilayah Cibodas, juga kegiatan ekonomi dan kedudukan sosial setiap kelompok sosial.
            Kelompok kami mengucapkan terimakasih atas kerjasama yang telah diberikan untuk menyeleseikan makalah ini, juga berterimakasih kepada Dosen Sosiologi Pertanian yang telah membimbing kami, juga asisten praktikum yang telah memberi kami materi yang berguna untuk pembuatan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari pembaca agar makalah ini lebih sempurna lagi dan bermanfaat bagi siapapun.

Malang, 4 Maret 2013

            Penyusun                    





DAFTAR ISI









1           PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Beragamnya kebudayaan, ras, suku, serta luasnya wilayah yang ada di Indonesia sangat memberikan warna bagi kehidupan ini. Sebagai contoh yang juga bahasan dalam makalah ini adalah sebuah desa Sunda yang bernama Cibodas yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Lembang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terletak kira-kira dua puluh kilometer di sebelah utara kota Bandung, dengan ketinggian hampir seribu dua ratus meter di atas permukaan laut.
Pada tahun 1950-1954 ada sebuah penelitian tentang kerjasama dan struktur masyarakat di desa Cibodas. Jumlah penduduk desa pada waktu itu kira-kira lima ribu orang, dan di dalam kawasannya terdapat kira-kira enam kilometer persegi tanah pertanian. Ketinggian wilayah ini sangat cocok untuk tanaman holtikultural atau sayur-sayuran, dimana letak wilayah pertanian dekat dengan pasar, sehingga sangat efisien untuk menghemat biaya dan waktu.

1.2         Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.      Kerjasama dan struktur masyarakat di desa Cibodas.
2.      Identifikasi dan membedakan kelompok sosial di desa Cibodas.
3.      Pola-pola hubungan antar kelompok sosial di desa Cibodas maupun dengan kelompok sosial diluar wilayah desa Cibodas.
4.      Apa saja kegiatan ekonomi dan bagaimana kedudukan kelompok sosial yang ada di desa Cibodas.

1.3         Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui cara kerjasama dan struktur masyarakat yang ada di desa Cibodas.
2.      Mengetahui kelompok-kelompok sosial yang ada di desa Cibodas.
3.      Memahami pola hubungan antar kelompok sosial di dalam dan di luar desa Cibodas.
4.      Mengetahui bentuk kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok sosial di desa Cibodas.
5.      Mengetahui kedudukan suatu kelompok sosial yang ada di desa Cibodas.

2           TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Kerjasama dan Struktur  Masyarakat Pertanian di Desa Cibodas

Kerjasama adalah suatu bentuk interaksi yang melibatkan dua individu atau lebih dengan tujuan tertentu. Kerjasama ini juga dipengaruhi dari latar belakang suatu wilayah. Desa Cibodas yang mayoritas berada pada wilayah pertanian, itu mengakibatkan proses kerjasamanya di kuasai di sektor pertanian. Namun, itu mengakibatkan adanya dua kelompok  sosial yang saling berhubungan namun berbeda prinsip. Kedua prinsip itu adalah mengabdi dan memerintah atau memperabdi. Dalam hubungan ini, kata-kata mengabdi digunakan dalam pengertian menyerah atau menyerahkan diri kepada seseorang yang memberikan perintah dan suruhan, memberikan pekerjaan, mempunyai orang lain untuk melayaninya, dan dalam beberapa keadaan memberikan perlindungan. Kedua prinsip pokok ini dapat ditelusuri  dalam  setiap  segi  kehidupan  kemasyarakatan di desa Cibodas dalam hubungan ekonomi  pada umumnya, dalam masalah ekonomi desa dan usahatani juga dalam hubungan-hubungan sosial.

2.2         Identifikasi Kelompok Sosial Masyarakat di Desa Cibodas

Masyarakat desa Cibodas yang mayoritas bekerja pada sektor pertanian memunculkan dua kelompok sosial dalam bidang pertanian ini, yang di dasari oleh kedua prinsip yang sudah dibahas pada poin 2.1, yaitu kelompok Buruh Tani dan kelompok Petani Bebas. Perbedaan pokok antara kedua kelompok sosial ini sangatlah penting untuk diuraikan dalam makalah ini, di mana perhatian akan dipusatkan pada implikasi-implikasi praktisnya.
Dibawah ini akan dibahas dua kelompok sosial tersebut, serta Pola-pola hubungan antar kelompok sosial di desa Cibodas maupun dengan kelompok sosial diluar wilayah desa Cibodas dan Apa saja kegiatan ekonomi dan bagaimana kedudukan kelompok sosial yang ada di desa Cibodas tersebut.

2.3         Kelompok Buruh Tani

Kelompok Buruh tani dibagi menjadi dua, yaitu buruh tani itu sendiri dan petani tidak tetap.

2.3.1        Buruh tani

Buruh tani adalah seseorang yang memperoleh penghasilan terutama dari bekerja yang mengambil upah untuk para pemilik tanah atau para petani penyewa tanah. Sebagian besar dari mereka bekerja atas dasar jangka pendek, dipekerjakan dan dilepas dari hari ke hari. Sebagian kecil dari mereka dipekerjakan untuk jangka waktu setahun atau lebih lama lagi. Di samping itu, juga berdagang kecil-kecilan, menjual pisang, rokok dan hasil pertanian lainnya, yang mana menjualnya berdasarkan komisi, dan kadang-kadang sekali ada juga mereka yang menanami sebidang tanah kehutanan dengan perjanjian.
Buruh tani itu hidup di tingkat terbawah lapisan masyarakat, biasanya dalam keadaan yang amat miskin dan merupakan kelompok yang paling banyak berpindah dalam masyarakat desa. Karena mereka tidak memiliki harta benda milik sendiri dan selalu berusaha mencari kerja yang paling banyak upahnya atau paling ringan, banyak buruh dari pertanian  itu yang berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah lain. Sampai sekarang belum jelas apa yang menyebabkan mereka keluar dari suatu daerah dan pindah ke tempat lain pada suatu saat tertentu.
Dalam tingkah-lakunya terhadap orang-orang yang di luar dari kelompoknya, buruh tani biasanya menyerah saja kepada nasibnya, ia ingin memperbaiki keadaanya, tetapi ia tidak tahu caranya, karena itu ia menyerah saja. Ia memang cenderung memberikan perhatian kepada gerakan-gerakan politik yang banyak memberikan janji-janji dan gerakan-gerakan keselamatan dari jenis gerakan ratu adil, tetapi perhatiannya ini biasanya cepat hilang dalam jangka panjang lama. Gerakan-gerakan seperti itu tidak ada hasilnya. Kelompok ini biasanya curiga terhadap segala sesuatu yang datang dari luar lingkungannya. Akan tetapi sekalipun kedengarannya bertentangan, pada akhirnya buruh tani itu paling percaya kepada pertimbangan para majikan mereka. Tentu saja kepercayaan itu ada batasnya, tetapi dalam berhubungan dengan mereka, sekurang-kurangnya buruh itu tahu di mana mereka berdiri.
Dalam beberapa keadaan, pendapat para majikan itu amat menentukan, sedangkan pendapat orang-orang yang berusaha menjadi pemimpin buruh tani dalam perjuangan mereka untuk memperbaiki kondisi hidup, tidak diterima. Terbukti bahwa pendapat mereka kurang diperhatikan dibandingkan dengan pendapat majikan.
Banyak buruh tani menanam atas dasar bagi hasil (maro) di atas tanah tegalan milik tuan tanah besar, setelah hasil utama (kentang atau kubis) dipungut. Sebagai petani bagi-hasil, mereka hanya diperbolehkan menanam padi, jagung dan ketela rambat. Biasanya buruh tani diberi sebidang tanah yang sempit, yang terdiri dari kira-kira seperempat acre (satu acre kira-kira sama dengan 4.072 meter persegi) tanah pertanian kentang, oleh majikan tetapnya.

2.3.1.1       Kegiatan Ekonomi

1)      Buruh tani biasanya dipekerjakan oleh tuan tanah besar dengan digaji sebagai pekerja harian.
2)      Setelah hasil kentang dan kubis dipungut dari tanah pertanian petani bebas, buruh tani diperbolehkan menanami tanah-tanah itu selama enam bulan atas dasar bagi hasil, dan menanaminya dengan padi, jagung dan ketela rambat. Sedikit di antara mereka juga menggarap sawah di desa itu atas dasar bagi hasil (daerah tegalan jauh lebih luas di desa itu dibandingkan dengan sawah).
3)      Di waktu mereka tidak dipekerjakan sebagai tenaga buruh, para buruh tani melakukan perdagangan kecil-kecilan yang menghasilkan laba kira-kira sama besarnya dengan gaji mereka (yaitu antara tiga dan enam rupiah setiap hari).

2.3.1.2       Kedudukan Sosial

1)      Para buruh tani berada di tingkat terendah dalam lapisan masyarakat. Tentu saja posisi seperti ini mempunyai pengaruh besar terhadap nilai-nilai norma kelompok itu. Salah satu akibatnya adalah terdapatnya perasaan hukum dan ketentraman yang amat berbeda dari perasaan para pemilik tanah umpamanya.
2)      Buruh tani hidup untuk menyambung nyawa saja, karena tidak ada benda atau orang yang menjamin kelanjutan hidup mereka di masa depan. Mereka masih terlalu cenderung untuk menerima nasib saja, tunduk dan berserah diri.
3)      Buruh tani yang sesungguhnya tidak mempunyai latar belakang kecerdasan, juga tidak mempunyai pengalaman untuk mengelola pertanian. Mereka telah terbiasa bekerja sebagai buruh tani sepanjang hidup karena itu mereka tahu sedikit mengenai pekerjaan pertanian.
4)      Buruh tani sebagai kelompok sama sekali tidak terikat kepada desa mereka. Banyak dari mereka berasal dari tempat lain, dan kalau telah datang waktunya, mereka pindah ke tempat yang baru lagi di mana mereka berharap menemukan kesempatan untuk berhasil atau gaji yang lebih besar, atau di mana kedengaran kerja lebih ringan.

2.3.2        Kelompok Petani tidak Tetap

petani tidak tetap merupakan Anggota sub-bagian kedua dari buruh pertanian, yaitu para pemilik tanah yang luasnya antara seperempat acre sampai dua setengah acre, tetapi pada umumnya mereka memiliki kurang dari satu seperempat acre. Pendapatan yang diperoleh dari sebidang tanah yang dikerjakan itu tidak cukup untuk memberi makan satu keluarga sepanjang tahun, juga bekerja sebagai tenaga buruh, juga melakukan perdagangan kecil-kecilan untuk menyambung nafas mereka. Seperti buruh tani yang sesungguhnya, petani tidak tetap juga sering menanam tanaman sampingan atas dasar maro (bagi hasil) di atas tanah-tanah orang lain.

2.3.2.1       Kegiatan Ekonomi

1)      Petani tidak tetap dipekerjakan oleh tuan tanah yang lebih besar dengan digaji sebagai tenaga harian.
2)      Mereka menanam komoditas yang hasilnya kecil dengan waktu yang lama karena keterbatasan modal, seperti padi huma, jagung, ketela rambat dan bawang. Mereka juga mengerjakan sebagian dari sawah desa atas dasar bagi hasil. Amat jarang mereka menanam tanam-tanaman yang memerlukan persiapan modal yang besar dan sedikit sekali mereka menanam kentang, dimana itu adalah salah satu komoditi yang memberikan untung banyak namun memutuhkan modal yang besar.
3)      Perdagangan yang dilakukan para petani tidak tetap kadang-kadang mengambil bentuk yang sedikit lebih luas dan lebih teratur dari yang dilakukan oleh buruh tani tidak bertanah. Hasil pertanian itu juga dijual ke pasar Bandung dengan bis kecil, tetapi biasanya dibawa dengan dipikul.

2.3.2.2       Kedudukan Sosial

1)      Petani tidak tetap itu mempunyai harga diri yang lebih besar, tetapi kebanyakan anggota kelompok itu amat serupa dengan kelompok buruh tani yang tidak bertanah dalam sikap mental dan kecerdasannya.
2)      Karena petani tidak tetap mempunyai sumber uang masuk yang lain di samping upah kerjanya (yaitu dari bagi hasil sawah, dari hasil pertanian yang ditanam di atas tanah mereka sendiri umpamanya) maka mereka menjadi sedikit kurang terpengaruh dibandingkan dengan buruh tani saja terhadap perubahan-perubahan musim dan perubahan lainnya yang terjadi di pasar tenaga kerja. Rumah mereka dibangun dalam bentuk yang sedikit lebih kokoh, dan lebih terbagi-bagi. Sesuai dengan kedudukan mereka yang tidak takut kehilangan apapun (karena mereka berada di tingkat terendah lapisan sosial), maka kesadaran mereka akan perlunya penegakkan hukum juga amat kurang. Karena itu nilai-nilai moral mereka amat berbeda dari nilai-nilai petani besar dan tuan tanah besar yang memerlukan dukungan hukum untuk mempertahankan apa yang mereka miliki dan untuk memperoleh lebih banyak lagi.
3)      Petani tidak tetap sebagai suatu kelompok secara kemasyarakatan bertambah menurun keadaanya dan bukan bertambah meningkat. Modal dan tanah semakin lama semakin terkumpul di tangan para petani bebas. Kebutuhan untuk berhutang di musim paceklik, yaitu bulan-bulan sebelum panen, dan ketika musim pengangguran (yang karena jumlah penduduk semakin bertambah banyak, maka jumlah pengangguran juga semakin besar), telah memaksa sebagian para petani tidak tetap untuk menggadaikan atau menjual tanah mereka dan setelah itu mereka terus menanaminya sebagi buruh tani dan atau bagi hasil.
4)      Hubungan kekeluargaan dari petani tidak tetap, sebagimana halnya dengan hubungan keluarga buruh tani yang sesungguhnya, tidak menolong memperkuat kedudukan ekonomi dan sosialnya. Hubungan seperti itu hanya berguna bagi tuan tanah besar yang berkuasa bukan hanya kekayaan yang mereka miliki, tetapi juga karena tanah yang dimiliki para keluarga mereka yang terdekat dan arena kesadaran berkelompok mereka.

2.4         Kelompok Petani Bebas

Para petani bebas, menerima pengabdian dan memainkan peranan yang menonjol baik dalam kehidupan sosial. Pemecahan kelompok petani bebas menjadi dua, yaitu petani bebas kecil dan tuan tanah besar (petani bebas besar). Jumlah tanah yang dimiliki serta kegiatan ekonomi dan pengaruh yang selalu menyertainya telah dipergunakan sebagai ukuran dari pemecahan ini, yaitu pembedaan yang lebih bersifat gradasi daripada pembagian yang terbatas jelas. Para petani yang mempunyai tanah seluas antara dua setengah acre dan dua belas acre dalam hak-milik mereka telah digolongkan sebagai petani bebas kecil, sedangkan mereka yang mempunyai lebih dari dua belas acre dianggap sebagai tuan tanah besar. Di bawah nanti akan diperlihatkan bahwa mungkin juga dipakai ukuran lain dengan alasan yang sama kuat pula.

2.4.1        Petani Bebas Kecil

Kelompok petani bebas kecil dapat dianggap terdiri dari enam sampai delapan persen dari keluarga yang ada di Cibodas. Kelompok itu memperlihatkan tanda-tanda kemakmuran tertentu. Para petani itu mampu menanam kentang dan kubis, baik secara sendiri atau berkongsi dengan penduduk desa yang lebih kaya dan juga mereka terlibat dalam perdagangan dalam ukuran yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan kedua kelompok buruh tani itu.
Cara berpikir mereka amat berbeda dengan para buruh tani. Perbedaan yang terbesar dalam dalam soal perasaan mereka bahwa mereka mempunyai suatu pegangan dan yang lebih penting lagi, mereka memiliki baik keinginan maupun kemungkinan untuk memperbaiki keadaan. Para pekerja pertanian hidup hanya sekedar menyambung nyawa dan tidak mempunyai kemungkinan membuat rencana jauh ke depan, mereka cukup sibuk memikirkan bagaimana mencari sesuatu untuk dimakan keesokan harinya, dan tidak mempunyai kemungkinan untuk memperbaiki nasib. Sebaliknya kelompok petani bebas kecil cukup dewasa dipandang dari segi sosiologis untuk mempunyai kepentingan dalam memperbaiki nasib dan memainkan peranan yang aktif dalam melakukan itu.

2.4.1.1       Kegiatan Ekonomi

1)      Anggota kelompok petani bebas kecil tidak melakukan pekerjaan untuk mencari upah.
2)      Mereka mengerjakan tanah sendiri dan kadang-kadang mengerjakan sawah atas dasar bagi hasil. Mereka tidak melakuakn pekerjaan bagi hasil pada tanah tegalan karena tanah tegalan itu hanya dikerjakan oleh buruh tani. Jenis tanaman yang mereka tanam sama dengan jenis yang ditanam tuan tanah besar.
3)      Petani-petani bebas kecil membayar harga yang amat tinggi untuk pupuk dan bahan kimia karena mereka memperolehnya dari tuan tanah besar, yang selanjutnya membelinya langsung dari perwakilan jawatan pertanian atau dari agen-agen di Lembang dan Bandung. Demikian pula mereka sedikit sekali atau tidak pernah memperguanakn bibit impor, tetapi biasanya membeli bibit dari tuan tanah besar, yang memang memasukkan bibit baru untuk diri mereka sendiri, lalu kemudian menjual sebagian dari kentang-kentang angkatan pertama atau kedua kepada rekan-rekan mereka yang kurang kaya sebagai bibit. Syarat-syarat untuk memperoleh bibit, pupuk dan sebagainya lebih menguntungkan petani bebas kecil yang ada hubungan keluarganya dengan tuan tanah besar.
4)      Terdapat pengetahuan yang semakin meyakinkan pada petani bebas kecil tentang pengelolaan pengurusan usaha pertanian. Mereka cenderung banyak meniru dari tuan tanah besar, dengan jalan mengikuti praktik-praktik mereka sejauh mungkin dalam batas kemungkinan keuangan mereka.
5)      Para petani bebas kecil juga mempunyai buruh tani yang bekerja untuk mereka dengan diupah, ini tentu saja berbeda sekali dari petani tidak tetap. Biasanya para petani itu sama-sama bekerja dengan buruh tani. Kadang-kadang mereka sewakan tanah-tanah tegalan kepada buruh tani atas dasar bagi hasil setelah dipungut hasil kentang dan kubis.
6)      Perdagangan yang dilakukan oleh anggota kelompok petani bebas kecil selalu ada hubungannya dengan hasil pertanian yang mereka tanam dan ditanam orang lain (kentang dan kubis). Perdagangan ini lebih banyak merupakan pemasaran hasil pertanian sendiri daripada usaha mencari uang masuk lebih banyak.
7)      Dengan sedikitnya tersedia modal, anggota kelompok ini berusaha mencari penggunaannya yang paling menguntungkan. Menanam tanam-tanaman palawija (padi huma, jagung dan yang sepertinya) diserahkan kepada buruh-buruh tani dengan syarat-syarat bagi hasil. Dengan memperhatikan pola pergiliran tanaman sekarang ini, maka para petani bebas kecil tidak dapat membenarkan menanamkan modal dan membayar upah untuk hasil tanaman palawija.

2.4.1.2       Kedudukan Sosial

1)      Antara tuan tanah besar dan buruh tani tidak terdapat hubungan kekeluargaan, tetapi hubungan seperti itu memang terdapat antara kedua kelompok petani bebas, dan petani  bebas kecil biasanya amat sadar akan kedudukan ini. Perbedaan status sosial yang membedakan mereka dari buruh tani juga terlihat dalam kenyataan bahwa petani bebas kecil itu tidak bekerja untuk mereka.
2)      Dari segi pandangan sosiologis, sedikit perbedaan antara kedudukan petani bebas kecil dan kedudukan tuan tanah besar. Kelompok petani kecil merupakan inti dari mana sejumlah kecil orang berhasil membebaskan diri dan memperoleh kekuasan ekonomi yang lebih besar, sekarang ini sering mereka berhasil memperoleh latihan yang lebih baik (di sekolah atau di sekolah hidup) atau memperoleh bakat yang pasti untuk mengorganisir. Terdapat juga keadaan di mana beberapa orang telah berhasil karena mereka sedikit sekali mempunyai rasa tidak segan-segan terhadap teman-teman sesama manusia, orang-orang yang  lebih kejam dari orang lain dan dengan demikian sanggup mencapai suatu kedudukan yang hanya merupakan impian orang lain.
3)      Dibandingkan dengan kelompok buruh tani, kelompok ini memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pendidikan anak-anak. Setelah sekolah dasar (sekolah rakyat) anak-anak kelompok ini kadang-kadang melanjutkan pendidikannya (ke sekolah kejuruan, sekolah guru, sekolah menengah atau kursus pendidikan dasar untuk orang dewasa). Latihan dan pendidikan di rumah untuk anak-anak petani bebas kecil juga berbeda sekali dari yang dialami anak-anak buruh tani.
4)      Di kalangan petani bebas kecil dan lebih-lebih lagi di kalangan tuan tanah besar, ibu biasanya tinggal di rumah untuk mengurus dapur dan mencurahkan perhatiannya kepada anak-anak mulai memainkan peranan menerima pengabdian, sedangkan anak buruh tani sampai ke suatu batas yang jauh harus merawat diri sendiri. Peranan ibu yang lebih intim serta pandangan ayah yang lebih luas telah memberikan pengaruhnya kepada anak-anak semenjak masa kecil mereka.
5)      Setiap usaha untuk mempersatukan orang-orang dari kelompk buruh tani dan kelompok petani bebas dalam suatu kerangka organisasi bersama sudah pasti menimbulkan ketegangan yang telah pernah terjadi di koperasi di Cibodas. Anggota kedua kelompok itu tidak setara dalam hal kecerdasan intelek dan kebudayaan. Menarik sekali bahwa para pemuda yang memainkan peranan dalam organisasi-organisasi Desa Cibodas hampir tanpa terkecuali berasal dari lingkungan petani bebas kecil dan (sampai kesuatu batas serta kurang berhasil) tuan tanah besar. Mereka termasuk pemuda-pemuda yang memberikan pimpinan, sedangkan yang lainnya mengikuti, yaitu menerima pengabdian dan mengabdi.
6)      Anggota kelompok petani bebas kecil (yang mereka sendiri kadang-kadang adalah anak atau keuarga jauh dari tuan tanah besar) mampu memainkan peranan yang dapat dikatakan penting dalam kehidupan desa, tergantung dari kepribadian orang yang bersangkutan. Mereka juga berada dalam posisi yang baik untuk memperoleh rasa hormat para penduduk desa, dari kelompok manapun juga. Kedudukan mereka dalam struktur kemasyarakatan adalah sedemikian rupa sehingga mereka harus mengadakan perjuangan terus menerus untuk menjaga diri jangan sampai meluncur ke dalam golongan buruh tani.
7)      Dalam kelompok petani kecil, ikatan keluarga memainkan peranan yang penting dalam kegiatan dan kesempatan ekonomi. Tanah biasanya dipindahkan kepada anak-anak di waktu orang tua masih hidup. Hutang dan bantuan yang tidak ada bunganya untuk tujuan-tujuan produksi, seperti uang muka jangka pendek, lebih mudah diperoleh dari keluarga. Pada hakikatnya hal ini berlaku juga bahkan untuk batas yang jauh lebih luas di kalangan tuan tanah besar, yang kekuatan ekonomi dan posisi sosialnya tidak begitu ditentukan oleh jumlah tanah dan uang yang dimilkinya secara pribadi tetapi lebih banyak ditentukan oleh jumlah keseluruhan yang dimiliki keluarganya, dan juga oleh hubungan-hubungan yang diadakan di luar desa sebagai akibat dari kegiatan-kegiatan keluarga, seperti hubungan dengan orang-orang penting, baik swasta maupun pejabat pemerintah, di Lembang, Bandung, Pengalengan, bahkan di Jakarta. Hal yang tersebut belakangan ini khususnya dapat menjelasakan posisi ekonomi dan sosial khususnya yang dipunyai tuan tanah besar di Cibodas.

2.4.2        Petani Bebas Besar

Kelompok petani bebas yang termasuk petani besar secara kasar hanya merupakan satu setengah persen dari penduduk Cibodas. Masing-masingnya memiliki dua belas acre atau lebih, yang kebanyakan adalah tanah tegalan. Secara berasa-sama sub kelompok ini memiliki kira-kira setengah dari tanah yang terdapat di desa itu dan hampir semua tanah yang dapat digolongkan mempunyai kualitas kelas satu atau kelas dua (menurut peraturan sewa tanah kepada petani) berada di tangan mereka. Kelompok ini terdiri dari sejumlah kecil keluarga yang berhubungan rapat dengan perkawinan, dan lima kelompok keluarga yang terpisah-pisah memainkan peranan yang amat menonjol dalam kehidupan ekonomi di desa itu. Satu dari keluarga ini terdapat di masing-masing kampung Cigalukguk, Cibeunying dan Kosambi, dan dua keluarga di kampung Dago. Mereka itu adalah kalangan bangsawan desa itu. Merekalah yang menentukan jenis kegiatan kemasyarakatan dan memainkan peranan penting, baik positif maupun negatif, dalam setiap kegiatan di desa itu, sebagai pendukung atau sebagai lawan, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Mereka mempunyai sumber modal terbesar dan mendapat kepercayaan dari para tengkulak uang. Berkat laba yang besar yang tarik dari menanam kentang dan kubis untuk dipasarkan, mereka sanggup mendirikan bungalow-bungalow baru di desa itu atau di Bandung. Beberapa anggota kelompok itu juga memiliki sawah di luar desa, di Ujungberung, Cisalak (Subang) dan Citarum (Lembang). Anggota-anggota kelompok ini sedikit banyaknya mempergunakan cara-cara dan teknik-teknik modern yang dikembangkan dengan penelitian untuk menjadikan pertanian lebih menguntungkan. Pandangan mereka terentang jauh melampaui desa. Kehidupan kota di Bandung bukanlah di luar ruang pengetahuan mereka.
Dengan petani besar inilah, para wakil jawatan pemerintah mengadakan hubungan-hubungan pribadi, dan sampi saat ini dari merekalah para pejabat itu memperoleh informasi tentang keadaan masalah-masalah desa. Dari apa yang dikemukakan jelasnya bahwa gambaran yang mereka peroleh tidak selalu sesuai dengan kenyataan, walaupun mereka itu mempunyai itikad baik. Para pemimpin desa biasanya berasal dari kelompok ini dan kelompok petani bebas yang lain dan juga orang-orang yang memainkan peranan dalam politik lokal (terkecuali para pemimpin Partai Permai yang bersifat proletar, yang di Cibodas seluruhnya di bawah pimpinan buruh-buruh tani), orang-orang yang mengumpulkan sebagian besar modal untuk koperasi desa dan orang-orang yang bekerja keras untuk gerakan koperasi pada umumnya.

2.4.2.1       Kegiatan Ekonomi

1)      Di dalam usaha pertanian, para petani besar menjalankan fungsi pengelola, baik dengan gaya baru maupun dengan gaya lama. Mereka jarang sekali mengerjakan sendiri pekerjaan kasar, walaupun mereka memang tahu bagaimana melakukannya. Mereka bertanam tanam-tanaman yang hasilnya untuk dijual (yang terpenting adalah kentang dan kubis) dan sering terdapat bahwa mereka telah mengubah tanah tegalan menjadi kebun buah-buahan yang terawat dengan baik (terutama ditanami jeruk). Kira-kira enam bulan dalam setahun, setelah hasil kentang dan kubis dipungut, mereka menyewakan tanah itu kepada para buruh tana atas dasar maro (bagi hasil) yaitu buruh yang bekerja dengan mereka secara teratur, untuk menanam tanam-tanaman tambahan. Masing-masing buruh tani mendapat seperdelapan samapai seperempat acre dari tanah yang tadinya ditanami kentang untuk diusahakn atas dasar bagi hasil. Seandainya mereka mempunyai sawah di dalam atau di luar desa, maka sawah itu juga dipersewakan atas dasar bagi hasil, dengan begitu mereka tidak mengeluarkan biaya untuk penanaman modalnya. Banyak dari mereka mempergunakan hasil sawah untuk menutupi ongkos makanan, dan mempergunakan laba pertanian kentang dan kubis untuk menutupi kebutuhan kemewahan mereka, untuk ditanamkan dalam usaha dagang terutama dalam usaha pengangkutan. Biaya pendidikan anak-anak mereka sering amat mahal. Berlainan dengan keadaan sebelum tahun 1940, tidak terdapat mobil di desa itu, tetapi ada truk, mikrobis dan sepeda motor.
2)      Keperluan para tuan tanah besar untuk memperoleh kredit untuk menutupi kekurangan-kekurangan musiman pada umumnya dipenuhi oleh para pedagang di lembang dan bandung yang menyediakan pupuk dan kemasan-kemasan kimia. Untuk sebagiannya ini dilakukan melalui dinas pertanian. Para pedagang itu tidak mewajibkan bunga untuk saran produksi pertanian yang diberikan dengan pinjaman, tetapi harga itu sendiri mahal, dan terdapat kewajiban moral bahwa hasil pertanian  yang diperoleh dengan bantuan bahan-bahan mereka hendaknya dijual kepada mereka dengan harga yang lebih murah dari harga-harga yang terdapat di pasar pada waktu penyerahan dilaksanakan. Jadi syarat-syarat pinjaman mereka tidak ideal. Tetapi ini tidak mengubah kenyataan bahwa sistem pinjaman pasti telah menguntungkan para tuan tanah besar di Cibodas. Kita dapat mengetahuinya hanya dengan memperhatikan gaya hidup dan rumah-rumah mereka. Benar, syarat-syarat itu dapat lebih baik, tetapi untuk mengatakan bahwa syarat-syarat itu sangat merugikan pihak peminjam juga tidak benar.
3)      Petani besar itu memulihkan diri setelah kemunduran yang dialami ketika dan setelah pengungsian dari daerah itu ketika belanda melakukan “aksi polisional” muali pertengahan tahun 1947 sampai permulaan tahun 1949. Tanpa pinjaman dari para pedagang, petani besar dan dengan melalui mereka, para petani bebas kecil tidak akan dapat mencapai tingkat kemakmuran seperti yang sekarang ini.
4)      Kendatipun demikian para tuan tanah besar di Cibodas mengeluh tentang praktik-praktik Cina (para pedagang yang memberikan pinjaman). Hal ini harus diterangkan bahwa artinya adalah mereka sendiri telah terlibat dalam agitasi menentang kelompok penduduk khusus itu. Dengan ikut serta dalam agitasi itu, maka tuan tanah besar itu telah mampu menciptakan kesan di kalangan badan kredit pemerintah bahwa mereka sendiri adalah juga korban dari pemerasan seperti itu. Pinjaman yang pada waktu itu disalurkan melalui koperasi desa tidak menguntungkan rakyat jelata tetapi pada pokoknya menguntungkan para petani besar itu sendiri. Pinjaman koperasi di Cibodas melaksanakan fungsi yang persis sebagaimana kredit bank swasta jenis biasa. Hutang yang disalurkan melalui saran koperasi tidak menguntungkan massa terbesar rakyat Cibodas dan kesejahteraan massa rakyat itu tidak mengalami perbaikan karena hutang-hutang.
5)      Pada waktu tuan tanah besar memperoleh pinjaman terutama dari luar desa, petani bebas kecil selanjutnya menerima hutang dari tuan tanah besar di dalam desa itu. Petani tidak tetap tidak dapat mempergunakan kredit dagang jenis apapun juga hanya dengan alasan karena mereka itu bukanlah penghasil hasil tanaman yang memerlukan penanaman modal.
6)      Jadi sebagai akibat dari terkumpulnya tanah, uang dan kredit di tangan mereka, maka para tuan tanah besar menduduki posisi penting secara ekonomi di desa itu.

2.4.2.2       Kedudukan sosial

1)      Kalau bagi para buruh tani kampung cenderung untuk dianggap sebagai kesatuan kemasyarakatan yang terpenting setelah keluarga, bagi para petani besar, keluarga telah mengambil fungsi ini. Hal ini terasa benarnya terutama pada kelompok petani besar di Cibeunying, yang secara sosial dan ekonomi bukan saja mendominasi kampung itu, tetapi juga seluruh bagian barat desa. Hal seperti ini juga terjadi pada dua kelompok keluarga tuan tanah besar di Dago, di bagian timur desa itu. Walaupun keluarga keluarga Dago itu lebih muda sejarahnya dan baru menonjol sejak berakhirnya sebagian besar periode feodal dalam sejarah desa itu (yaitu masa menanam kopi secara paksa dan masa cultuurestelsel di abad yang lalu dan tahun-tahun pertama dari abad ini, sampai tahun-tahun Sembilan belas dua puluhan). Walaupun sudah pasti dapat dikatakan bahwa selalu terdapat perdamaian dan keserasian antar para anggota berbagai kelompok keluarga petani besar itu, dan bahwa sikap antar sesama mereka selalu saling bersimpati tanpa perbenturan kepentingan, tetapi tidak dapat disangkal lagi bahwa kekuatan mereka terletak pada kenyataan bahwa secara bersama-sama mereka merupakan satu gabungan perusahaan besar (trust) yang mencakup tanah dan uang, kecerdasan pengalaman dan “hubungan”. Akibat dari gabungan kekuatan-kekuatan ini, masing-masing orang seorang yang termasuk ke dalam kelompok keluarga seperti itu jauh lebih berkuasa dibandingkan dengan apa yang dapat diharapkan atas dasar hak milik mereka masing-masing, dan lebih berkuasa bukan hanya secara ekonomi tetapi juga secara kemasyarakatan. Merekalah orang yang memiliki hubungan dengan badan-badan pemerintahan dan dengan anggota-anggota terkemuka pamong praja.
2)      Dalam hubungan mereka dengan buruh tani tuan tanah besar masih tetap menduduki lebih kurang posisi tuan terhadap para pelayannya, atau bapak terhadap anak-anaknya, atau tuan feodal terhadap ulur-ulurnya. Ini terasa sekali benarnya pada kelompok keluarga Cibeunying. Dalam hubungan tuan pembantu yang terdapat disana itu, buruh pertanian terikat kepada tuannya dengan adat istiadat, dengan hutang untuk membayar kembali dengan jalan berjanji kerja untuk tuan tanahnya atau dengan menyerahkan tanahnya seandainya ia ada memilikinya. Dan kadang-kadang dengan kenyataan bahwa ia tinggal di atas tanah milik si tuan. Dalam keadaan yang tersebut terakhir ini, hal itu berarti bahwa buruh tani berkewajiban jasanya tanpa dibayar di waktu manapun juga. Keadaan seperti ini jarang terdapat di kalangan generasi muda Cibeunying dibandingkan dengan generasi tua.
3)      Dari apa yang telah dikemukakan jelaslah bahwa aturan petani besar kendatipun mempunyai kedudukan sosial dan ekonomi yang amat berbeda. Merupakan bagian yang integral dari masyarakat desa itu dan belum lagi merupakan unsur asing. Dengan pengertian bertentangan dengan mayoritas terbanyak dari penduduk desa.
















3           PENUTUP

3.1         Kesimpulan

Bentuk kerjasama dan struktur yang ada dalam masyarakat di desa Cibodas adalah pada sector pertanian. Kesimpulan ini merujuk pada uraian fakta di atas yang menunjukkan adanya perbedaan kelompok sosial akibat perbedaan tingkat ekonomi juga dari segi kedudukan yang dihasilkan dari pekerjaan yang mereka kerjakan.
Uraian di atas menunjukkan adanya dua kelompok sosial, yaitu kelompok Buruh Tani dan kelompok tani Bebas. Yang mana, kelompok buruh tani di bagi menjadi dua sub-bagian : Buruh Tani itu sendiri dan Petani Tidak Tetap. Sedangkan kelompok tani bebas juga di bagi menjadi dua sub-bagian : Petani Bebas Kecil dan Petani Bebas Besar.
Masing-masing kelompok sosial tersebut mempunyai kegiatan ekonomi dan juga kedudukan sosial yang mana sebagai urutan dari yang tinggi ke rendah sesuai dengan uraian di atas adalah petani bebas besar, petani bebas kecil, petani tidak tetap dan yang terakhir buruh tani.











DAFTAR PUSTAKA